• iconmanjombang@kemenang.go.id

icon Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 2 Jombang

Bedah Gurit Prasasti Tengaran: Menguak Jejak Desa Geweg di Festival Peterongan 2025

Bedah Gurit Prasasti Tengaran: Menguak Jejak Desa Geweg di Festival Peterongan 2025

Bedah Gurit Prasasti Tengaran: Menguak Jejak Desa Geweg di Festival Peterongan 2025

Jombang, 11 September 2025 – Pagi itu, suasana Desa Tengaran, Kecamatan Peterongan, berbeda dari biasanya. Di tengah areal persawahan yang masih diselimuti embun, masyarakat berkumpul di sekitar sebuah batu andesit besar dengan guratan aksara Jawa Kuno. Batu itu dikenal sebagai Prasasti Tengaran, atau oleh sebagian warga disebut juga Prasasti Geweg.

 

Acara bertajuk Bedah Gurit Prasasti Tengaran menjadi salah satu rangkaian Festival Peterongan 2025, digelar oleh Pemerintah Kecamatan Peterongan. Mulai pukul 09.00 pagi hingga siang menjelang, warga bersama pelajar, akademisi dari MGMP guru Sejarah (MA, SMA, dan SMK) dan para pegiat budaya seperti Dian Sukarno serta 8 Juru Pelihara Cagar Budaya menyimak paparan langsung di lokasi situs yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya tingkat provinsi.

 

Acara di pandu Pak Inswiardi dengan teratur, dimulai dari pementasan tari remo dan tari phitik walik dari anak-anak SD Tengaran 1, sambutan dari Pak Ahmad kusaeri selaku Kepala Desa Tenggaran, Pak M. Eryk Arif selaku Camat, serta Pak Anom Antono sebagai kasi sejarah budaya bidang kebudayaan disdikbud juga dihadiri dari Diskominfo kab Jombang.

 

Dari Tengaran ke Geweg

 

Nama Tengaran diyakini berasal dari kata tengeran atau tetenger, yang berarti penanda atau monumen. Menariknya, dalam tradisi tutur setempat, Tengaran juga disebut pernah dikenal sebagai Desa Geweg. Nama inilah yang kemudian melekat pada prasasti, sehingga selain disebut Prasasti Tengaran, ia juga dikenal sebagai Prasasti Geweg.

 

Fakta Baru dari Ahli Epigrafi

 

Dua narasumber hadir memandu acara. Nona Nur Madina, anggota TACB Jombang, memaparkan konteks sejarah dan posisi prasasti sebagai ikon desa yang telah menginspirasi banyak kegiatan budaya. Sementara itu, Rakai Hino Galeswangi, seorang epigraf, mengurai isi prasasti berdasarkan alih aksara terbarunya.

 

Menurut pembacaan, prasasti ini diterbitkan pada 14 Agustus 933 M (855 Saka) oleh Raja Pu Sindok Sri Isyanatunggadewawijaya dan permaisurinya Sri Wardhani Pu Kbi. Isinya menetapkan Desa Demak di wilayah Tangkil Sugih sebagai daerah sima—yakni tanah bebas pajak—serta menyebut seorang tokoh bernama Guru Geweg yang menerima anugerah sebagai pemuka desa.

 

Luruskan Salah Kaprah

 

Salah satu tujuan kegiatan ini adalah meluruskan kesalahpahaman yang sempat beredar. Selama ini, legenda tentang Desa Geweg kerap dikaitkan langsung dengan prasasti, padahal isi prasasti lebih banyak berkaitan dengan penetapan sima dan tokoh Guru Geweg. Dengan penjelasan baru dari para pemateri, masyarakat kini dapat membedakan antara cerita tutur dan isi prasasti yang sesungguhnya.

 

Antusiasme Masyarakat

 

Selain sesi bedah prasasti, acara juga disemarakkan dengan pembacaan gurit, diskusi terbuka, pemberian buku bagi para peserta yang bertanya dan napak tilas ke sekitar situs. Warga tampak antusias karena kegiatan ini bukan sekadar akademis, tetapi juga menghadirkan kebanggaan lokal. “Ternyata Jombang memiliki warisan penting, desa tenggaran sudah tercatat dalam sejarah sejak abad ke-10,” ujar Satrio Tirto P, siswa MAN 1 Jombang yang ikut menghadiri. Guru Sejarah dan Antropologi MAN 1 Jombang ialah Pak Santoso, Bu Ines Mahargiyarni, Bu Yunita Kurnia Imawati, Bu Siti Fatimah Hibatullah, Bu Novia Imroatul Hanifa, dan Pak Iman Arya Leksana.

 

Jejak Tua, Semangat Baru

 

Prasasti Tengaran tercatat sebagai prasasti tertua kedua di Jombang yang masih berada di lokasi aslinya (insitu), hanya selisih beberapa tahun dari Prasasti Poh Rinting. Fakta ini semakin menegaskan peran Jombang sebagai salah satu pusat sejarah Jawa kuno.

 

Dengan kegiatan seperti Bedah Gurit Prasasti Tengaran, Festival Peterongan 2025 berhasil menghubungkan kembali masyarakat dengan akar sejarahnya. Bukan hanya catatan masa lalu, tetapi juga sumber inspirasi untuk menumbuhkan semangat kebudayaan di masa kini.